Derhaka pada kedua ibu bapa merupakan dosa besar yang selalu tidak pernah lepas dalam pembahasan khutbah, agama dan sebagainya. Sebaliknya di saat ini, banyak orang tua khususnya ibu yang menyakiti hati anak-anak mereka.
“Redha Allah pada redha orang tua dan murka Allah pada murka orang tua.” (HR. Al Baihaqi)
Dalam hadis Rasulullah SAW diatas memang sudah sering di dengar kaum muslim yang isinya menjelaskan keagungan kedudukan ibu bapa dalam Islam. Akan tetapi, banyak ibu bapa yang sering berlebihan dalam mengertikan hadis tersebut. Semua hal yang terjadi mengharuskan anak-anak tetap taat pada ibu mereka termasuk jika anak sedang berusaha melakukan syariat sedangkan ibu bapa sedang berlaku salah, anak tetap wajib untuk taat pada ibu bapa. Pemahaman ini tentunya adalah pemahaman yang salah besar.
Islam merupakan jalan hidup syumul dan menyeluruh yang tidak menghendaki umat muslim hanya menuruti haknya saja, namun kewajiban juga harus dijalani. Dalam masalah ini, ibu bapa punya kewajiban besar dalam mendidik, membesarkan dan membimbing sesuai dengan syariat Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Seorang suami dalam keluarganya adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawab atas mereka. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya dan dia akan diminta pertanggungjawab atas mereka.” [HR. Bukhari].
Dalam Al Quran sendiri juga sudah menjelaskan tentang perlunya kasih sayang diantara ibu bapa pada anaknya. Rasulullah SAW bersabda, “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr Muhammad bin Aban, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudlail dari Muhammad bin Ishaq dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata; bersabda:
“Tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak mengasihi anak-anak kecil dan tidak pula menghormati para orang tua kami.” Telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Abdah dari Muhammad bin Ishaq semisalnya. Hanya saja, ia menyebutkan; “Dan (tidak pula) mengetahui hak para orang tua kami.” [Sunan Tirmidzi 1843].
“Berkata kepada kami Husain bin Muhammad Telah menceritakan kepada kami Sulaiman yakni Ibnu Qaum, dari Ziyad bin Ilaqah ia berkata; Saya mendengar Jarir berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang tidak mengasihi, maka ia tidak akan dikasihi. Dan siapa yang tidak mau memaafkan, maka ia tidak akan dimaafkan (diampuni).” [Musnad Ahmad 18447].
Berkata kepada kami Sufyan dari Amru, dari Abu Qabus, dari Abdullah bin Amru bin al Ash dan sampai kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda,
“Orang-orang yang mengasihi akan dikasihi oleh ar Rahman, oleh karena itu kasihilah penduduk bumi maka niscaya penduduk langit akan mengasihi kalian. Dan rasa kasihan adalah sebuah jalan dari ar Rahman, barangsiapa yang menyambungnya maka ia akan tersambung untuknya, dan barangsiapa memutuskannya maka ia akan terputus untuknya.” [Musnad Ahmad 6206].
Berkata kepada kami Ibnu Abu Umar, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Amr bin Dinar dari Abu Qabus dari Abdullah bin Amr ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Orang-orang yang mengasihi akan dikasihi oleh Ar Rahman, berkasih sayanglah kepada siapapun yang ada dibumi, niscaya Yang ada di langit akan mengasihi kalian. Lafazh Ar Rahim (rahim atau kasih sayang) itu diambil dari lafazh Ar Rahman, maka barang siapa yang menyambung tali silaturrahmi niscaya Allah akan menyambungnya (dengan rahmat-Nya) dan barang siapa yang memutus tali silaturrahmi maka Allah akan memutusnya (dari rahmat-Nya).”
Berkata Abu ‘Isa: Ini merupakan hadits hasan shahih. [Sunan Tirmidzi 1847].
Seorang lelaki yang menemui Umar bin Khathab untuk menceritakan sikap anak derhaka dalam islam yang dilakukan anaknya dan kemudian Umar memanggil anak tersebut kemudian menegur apa yang sudah dilakukan anak tersebut. Anak itu kemudian bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak memiliki hak atas orang tuanya?” dan Umar membenarkan perkataan anak tersebut menjelaskan jika haknya adalah memilihkan calon ibu yang baik untuknya, memberi nama baik dan mengajari tentang Al Quran.
Anak tersebut kemudian berkata, “Wahai Amirul Mukminin, ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang tuan sebutkan itu. Ibuku wanita berkulit hitam bekas budak beragama Majusi. Ia menamakanku Ju’lan (tikus atau curut), dan dia tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an.
Umar lalu memandangi orang tua tersebut sembari berkata, “Engkau datang mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”
Salah satu tujuan penikahan dalam islam adalah memperoleh keturunan. Ibu bapa yang menyakiti hati anak di tambah dengan menelantarkan anaknya tersebut mengertikan jika orang tua baik ayah atau ibu sudah berdosa pada anak anaknya.
Rasulullah SAW bersabda, “seseorang dikatakan telah cukup berbuat dosa bilamana menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya. [H.R. Abu Daud dan Nasa’i].
Sebagai seorang ibu, kita tidak boleh beranggapan jika sebagai orang tua bisa memperlakukan anak seenaknya sebab orang tua memiliki tanggung jawab tidak hanya dalam urusan melahirkan, namun berbagai penyebab lainnya di dunia. Segala keperluan mulai dari kasih sayang, makanan, pakaian, tempat bernaung dan juga pendidikan anak dalam islam menjadi kewajiban ibu bapa terhadap anaknya.
Perkataan yang menyinggung hati anak bahkan yang menurut ibu bapa adalah hal sepertimana akan membuat anak menjadi seperti orang yang anda katakan tersebut. Ini merupakan hal berbahaya dan boleh menjadi doa dari ibu untuk anaknya. Perkataan positif sebaiknya lebih diperbanyak agar membuat anak boleh lebih berkeyakinan diri.
Islam sangat menentang kekerasan anak dan bahkan sampai tidak memperlihatkan kasih sayang juga dilarang dalam Islam. Saat Rasulullah SAW mencium Hasan bin Ali dan duduk bersama Aqra bin habis, Al Aqra kemudian berkata,
”Saya mempunyai sepuluh anak, tidak seorangpun di antara mereka yang pernah saya cium”. Rasulullah memandang kepadanya, kemudian berkata: ”Siapa yang tidak mengasihi tidak akan di kasihi”. [Shahih Bukhari jilid IV, hadis ke 1696].
Perbuatan memisahkan agama dari kehidupan keluarga, masyarakat dan juga negara akan menyebabkan terbentuknya individu yang tidak memiliki perasaan. Kekerasan yang di terima anak anak dalam bentuk fisik dan juga psikis menjadi bukti jauhnya orang tua khususnya ibu dari hati nurani dan perlu diketahui jika nurani dan perasaan hanya boleh diasah dengan jalan cara menigkatkan iman dan taqwa.
Seorang ibu yang mempunyai iman tidak akan pernah tegar untuk menyakit hati anak hanya untuk melampiaskan rasa amarahnya, menghancurkan karakter anak sehingga perkataan negatif dan bahkan sampai membunuh perasaan mereka. Islam selalu menyuarakan perlindungan dan juga kasih sayang untuk anak anak seperti yang sudah diperlihatkan Rasulullah SAW terhadap anak anak-Nya dan juga cucu bahkan sampai anak dari para sahabat. Rasulullah SAW bersabda,
“Man laa yarham laa yurham” siapa yang tidak mencintai maka dia tidak dicintai. [HR. Muslim].
Dalam Al Quran, Allah juga sudah memberi landasan serta model universal dalam urusan mendidik anak perempuan dan lelaki. Menyampaikan aqidah untuk awal pendidikan yang dilakukan Luqman pada anaknya dan juga kasih sayang Rasulullah SAW pada anaknya sudah tertulis dalam Al Quran. Allah SWT sangat menekankan pada pentingnya ketaatan seorang anak pada orang tua dan berbuat baik untuk ibu dan ayahnya, akan tetapi semua ini juga berkaitan dengan hubungan timbang rasa.
Orang tua yang hanya mendidik anak sekadarnya tanpa memperhatikan nilai dari kasih sayang moral dan juga keimanan, maka balasan yang akan diterima orang tua juga hanya sekadarnya sahaja.
Ibnul Qoyyim berkata, “Bila terlihat kerosakan pada diri anak-anak, majoriti penyebabnya adalah bersumber dari orang tuanya.”
Bekal nilai Islam yang sudah ditanamkan sejak awal pada anak akan menjadi batasans baginya untuk tidak melakukan kezaliman dan melindungi anak tersebut dari perbuatan tidak baik yang dilakukan orang lain. Sebuah keluarga yang terus menerus menerapkan nilai agama Islam akan menjadi pemutus kezaliman dalam diri anak tersebut. Amirul Mukminin Ali ra juga memberikan teladan,
“Ajarilah diri-diri kalian dan keluarga-keluarga kalian kebaikan dan bimbinglah mereka.”
Oleh karena itu, menghadirkan keperibadian yang kuat dan sanggup memberikan kekuatan pada orang lain harus dilakukan sejak awal dimulai dari merancang atau membangun rumah tangga menurut islam. Cara mendapatkan jodoh menurut islam akan menjadi hal terpenting yang harus diperhatikan sebab akan menentukan kualiti dari keturunan. Inilah yang membuat Islam mengajarkan untuk tidak memulai rumah tangga dengan zina kerana hamil di luar nikah bukan cara baik untuk mendapatkan anak yang baik juga.
Saat sedang mengandung, ibu juga dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al Quran dan berzikir yang boleh mendekatkan diri pada Allah SWT. Janin yang mendengar segala hal baik, maka Insya Allah juga akan terlahir bersih.
“Janganlah kalian menyumpahi diri kalian, dan jangan pula menyumpahi anak-anak kalian dan harta kalian, kalian tidak mengetahui saat permintaan (do’a) dikabulkan sehingga Allah akan mengabulkan sumpah itu” [HR.Muslim].
Dalam hadis diatas dikatakan jika ada waktu baik yang akan mengabulkan doa dan dalam hadis diatas sudah tertera larangan untuk menyumpahi diri, anak anak dan juga harta kerana sumpah tersebut tidak bertepatan dengan waktu dari pengabulan doa sehingga boleh selamat dari ancaman bahaya.
Namun pada kenyataannya, banyak ibu yang melaknat dan menyumpahi anak mereka meskipun dengan alasan tidak memiliki maksud seperti itu.
SUMBER : DAKWAH SANTAI